Pengalaman Pertama Berlayar Dengan Keramba Apung

Tags

Jika sebelumnya saya berkunjung ke lokasi budidaya kerang hijau menemani para pejuang tugas akhir dengan menggunakan perahu. Namun, kini berbeda. Pada kesempatan ini saya dan beberapa mahasiswa justeru "mengendarai" keramba apung yang ditarik oleh perahu. 

Berlayar dengan keramba apung


Pembuatan keramba apung untuk budidaya kerang hijau merupakan bagian dari pengajuan proposal yang berhasil didanai oleh pemerintah pada Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D). Program yang diusung adalah pembuatan keramba apung yang memang belum ada di area budidaya. Masyarakat pada umumnya menggunakan sistem budidaya dengan bagan tancap.


Keramba apung yang dibuat oleh mahasiswa dengan bantuan masyarakat ini di tarik menggunakan perahu, untuk kemudian "diletakkan" di area budidaya kerang hijau. Keramba berukuran 12x12 m2 ini dilengkapi dengan drum plastik sebanyak 29 buah yang berfungsi sebagai pelampung dan agar keramba kuat tidak terhempas gelombang, maka di setiap sudutnya diberi jangkar dengan berat 10 kg. Letak keramba apung juga tidak  jauh dari Banyuurip Mangrove Center, hanya berjarak sekitar 3 km.  Keramba ditempatkan pada perairan dengan kedalaman 4-5 m atau mungkin lebih.

Berangkat untuk memindahkan keramba apung


Ini pengalaman pertama kalinya bagi saya. Karena rasa penasaran yang tinggi, saya memberanikan diri untuk ikut saat keramba dipindahkan. Keramba ditarik oleh dua perahu, dengan susunan satu perahu di depan, satu perahu di tengah, dan terakhir keramba apung. Dan semua diikat menggunakan tali. Keramba apung kemudian ditarik dengan kecepatan yang sedang (tidak cepat dan tidak lambat). Sebagai pengaman, kami mengenakan jaket pelampung.


Jika dibandingkan dengan menaiki perahu (seperti yang saya lakukan biasanya). Menaiki keramba apung ini malah lebih mengasyikkan, karena goyangan ombak tidak begitu terasa. Jika dibandingkan dengan naik perahu, biasanya saya merasa pusing dan mual akibat ombak yang cukup kuat (tidak terbiasa). Meskipun riak air saat keramba ditarik cukup membuat waspada, kalau-kalau kami terjebur ke laut. Karena memang lubang yang dibuat antar bambu pada keramba, lebih besar daripada ukuran tubuh saya:D. 'Meleng' sedikit saja, bisa-bisa berenang di laut.

Jarak antar bambu menimbulkan lubang yang ukurannya lumayan besar


Pembuatan keramba apung ini diharapkan dapat menjadi pusat edukasi bagi para pengunjung, pelajar, peneliti dan masyarakat. Meskipun, masyarakat sendiri sudah membudidayakan kerang hijau bertahun-tahun lamanya. Penggunaan keramba apung dalam budidaya diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi kerang hijau. Hal ini secara tidak langsung menjadi contoh bagi masyarakat, bahwa penggunaan metode keramba apung juga efektif untuk meningkatkan jumlah produksi. Sehingga endingnya, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. 

Pemasangan jangkar oleh Pak Tholib dan crew. Terima kasih pak


Mahasiswa mengikatkan bendera merah putih dan bendera himpunan pada keramba. Hal ini sebagai penanda agar keramba juga lebih mudah ditemukan. Sebenarnya, saat agenda bersih-bersih pantai dan menanam mangrove yang dihadiri oleh ibu Khofifah, Gubernur Jawa Timur pada tanggal 28 Oktober 2021. Berkunjung ke keramba apung masuk dalam agenda kunjungan. Namun, karena sampai sore hari laut masih surut, sehingga tidak memungkinkan perahu untuk berlayar. Selain itu, spat (benih kerang hijau) masih pada tahap 'penempelan' pada urai tali yang dipasang. Sehingga, jika keramba "dibawa" ke arah perairan yang lebih dekat, akan mengakibatkan proses tumbuh kerang akan terganggu. Selain karena terbawa arus saat perjalanan, kedalaman perairan yang tidak memadai (dangkal) juga menjadi permasalahan.

Berjuang bersama mengibarkan bendera

Conclusion


Ternyata apa yang kita takutkan, terkadang tidak begitu mengerikan saat kita mau mencoba. Dalam kasus saya, saat menaiki keramba apung ini. Hal ini juga sama ketika saya mengikuti sidang akhir di perkuliahan. Perasaan takut, cemas akan kegagalan terus menghantui. Akibatnya malah kurang persiapan, tidur tidak tenang, makan juga terasa mencekat di tenggorokan (halah lebay:D). Namun, ketika sidang akhir berlangsung, malah seperti sesi diskusi, cair dan tidak mengintimidasi. Jadi, kita tidak akan pernah tahu kalau kita tidak mencoba. Tentunya mencoba hal-hal yang memang tidak bertentangan dengan hukum agama dan negara.


Mengutip tulisan dari Dr.Dewi Nur Aisyah dalam buku Awe-Inspiring Me "Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat". Alih-alih takut akan kegagalan, dicemooh, dan bahkan tidak percaya diri, kita meniadakan peluang-peluang yang mungkin akan hadir saat kita berani mencoba. Terkadang, kita akan menyesali karena tidak mau mencoba, daripada menyesali kegagalan yang kita dapatkan. Dan terkadang pula kesempatan itu hadir bukan karena kita mampu melakukannya, melainkan karena kita mau mencoba dan mengambil kesempatan itu. Who knows?

Terima kasih atas komentar dan masukkannya :)
EmoticonEmoticon