Wisata Mangrove Kali Mireng

Tags

Mengistirahatkan diri sejenak dari aktivitas yang melelahkan menjadi salah satu alasan mengapa kita melakukan wisata. Salah satu tempat yang menjadi pilihan adalah wisata alam, yang identik dengan suasana yang asri dan menyegarkan mata.


Gresik kota industri, begitu saya sering mendengar julukan untuk kota ini. Sesuai dengan nama yang disandang, ratusan pabrik ada di sini, tepatnya ada di pusat kota Gresik. Meskipun di sepanjang pantura, juga terdapat banyak pabrik.

Hati-hati jalanan berlubang

Jika di ibu kota, untuk berwisata warganya bisa dengan mudah menemukan lokasi wisata alam di Kota Bogor. Jaraknya juga tidak jauh, hanya satu setengah jam jika berangkat dari Jakarta Timur dengan menggunakan kereta Commuter line. Biaya perjalanannya juga tidak mahal, hanya enam ribu rupiah. Jika hanya menikmati suasa kota Bogor, biasanya para pengunjung akan menghabiskan waktu di tempat wisata paling dekat dari stasiun yaitu Kebun Raya Bogor.


Namun, berbeda dengan kota Gresik. Meskipun masih dalam bagian kota Gresik, untuk mencapai Pulau Bawean yang terkenal dengan wisata alamnya, pengunjung membutuhkan waktu yang panjang  yang harus dilalui. Mereka harus menaiki kapal terlebih dahulu, kemudian melakukan perjalanan lagi menuju tempat yang di tuju. Atau, jika ingin ke kota Malang, yang terkenal dengan wisata alam yang cantik, membutuhkan waktu yang lama juga. Sekitar tiga sampai empat jam jika berkendara dengan angkutan umum.

Masih berbenah


Dengan banyaknya polusi asap yang disajikan akibat dari banyaknya pabrik yang ada di pusat kota. Gresik menawarkan 'tempat pelarian' yang sedikit menghibur mata. Letaknya juga tidak begitu jauh. Hanya 18 menit jika ditempuh dengan kendaraan roda dua. Tempat wisata ini terkenal dengan nama Wisata Mangrove Kali Mireng.


Berbeda dengan Banyuurip Mangrove Center, lokasi wisata ini mudah untuk dituju dan lebih dekat tentu saja. Wisata Mangrove Kali Mireng, terletak di Kecamatan Manyar. Kecamatan yang menjadi lokasi dari banyak pabrik beroperasi. Jaraknya dengan pabrik pun dekat, bahkan saat menikmati barisan pohon mangrove, kita disuguhkan pula dengan bangunan menjulang pabrik yang dapat dilihat selemparan mata.


Sebuah penanda jalan yang bertuliskan 'Selamat Datang, Wisata Mangrove, Desa Manyar Sidomukti' menunjukkan bahwa kita berada di jalan yang benar:D menuju wisata mangrove. Sepanjang jalan menuju lokasi mangrove, barisan pepohonan yang baru berumur satu dua tahun menemani,  menambah suasana sejuk perjalanan. 

Selamat Datang


Lokasi wisata ini pun mudah ditemukan, karena berada di belokan jalan. Bersama dengan seorang teman yang menemani perjalanan kali ini, kami memakirkan motor yang menurut kami cukup mengherankan karena tidak ada penjaga yang menjaga area parkir ini, yang biasanya disusul memberikan karcis parkir, yang menjadi penanda bahwa kendaraan kami akan mereka jaga. Hal yang mengherankan lainnya adalah kami tidak mendapati tempat penjualan tiket untuk masuk area wisata. Alhasil, kami bisa langsung masuk tanpa membayar sepeser pun. Atau memang tidak ada uang retribusinya ? Ada yang tahu?


Jalan setapak/trecking dari bambu menjadi jalan yang pertama kami lewati. Derit suara bambu dan jalan yang bergoyang cukup mendebarkan ketika kami lewati. Peralihan jalan dari bambu ke jalan yang terbuat dari kayu ditandai dengan sebagian jalan yang tidak terutup, meskipun hanya ditambahkan sepapan kayu sebagai gantinya. Pengunjung harus waspada, karena bisa saja terperosok masuk ke akar-akar mangrove jika terjatuh.

Sebenarnya jalan ini miring, tetapi tidak begitu terlihat


Masih tentang trecking, jalan yang dilewati juga tidak begitu panjang, jika dibandingkan dengan trecking di BMC yang mencapai 700 m. Sehingga hal ini mengurangi banyaknya area yang bisa dieksplore bagi pengunjung. Sebenarnya terdapat dua-tiga trecking yang disediakan, namun yang available hanya satu. Selain itu, di beberapa bagian tracking utama, penyangga kayu juga miring, sehingga pengunjung tidak berani untuk melewati jalan tersebut. Maka semakin sedikitlah wilayah yang bisa kami kunjungi. Lebih baik berhati-hati, daripada kami tercebur ke laut. 


Ketika berkunjung ke BMC, pengunjung akan merasakan suasana hutan mangrove, karena banyaknya pepohonan mangrove yang bisa dikunjungi. Sedangkan mangrove Kali Mireng, jumlah mangrove yang terlihat tidak sebanyak di BMC (mungkin karena kami tidak mengeksplore lokasi yang berbeda dengan menggunakan perahu=> pengelola tidak memberikan layanan untuk mengujungi lokasi mangrove yang lain, kecuali yang terdapat trecking yang memang disediakan untuk pengunjung).


Menurut informasi, jenis mangrove yang ditanam di lokasi ini lebih banyak jika dibandingkan dengan mangrove yang ada di BMC. Namun, selama perjanan, saya hanya melihat satu papan nama yang bertuliskan Rizhopora mucronata (saya tidak hafal juga ciri-ciri jenis-jenis mangrove yang berbeda). Luas daerah yang ditanami mangrove juga tidak seluas BMC. Namun demikian, keberadaan mangrove di lokasi ini sedikit bisa membantu penyerap emisi karbon pabrik yang tidak terkira jumlahnya, yang terkadang menjadikan ilusi pada langit, antara mendung dan asap akibat operasi pabrik.

Melihat sekawanan burung yang bercengkrama


Karena tidak banyak area yang dapat dieksplorasi, kami memutuskan untuk sekedar duduk menikmati pemandangan yang disediakan. Hamparan hijau mangrove di seberang dan sekawanan burung  yang bercengkerama cukup bisa dijadikan obat kepenatan. Lumayan untuk menghibur. Sesekali perahu motor yang selesai melaut juga menemani suasana. 


Di sekitar lokasi mangrove terdapat warung-warung kecil yang dapat digunakan sebagai tempat bersantai menikmati kuliner setempat. Selain itu, mushola juga disediakan. Menurut pemantauan singkat saya yang belum teruji kebenarannya:D, para pengunjung tidak membayar retribusi untuk masuk karena biasanya mereka akan memesan makanan dari warung-warung tersebut kemudian menikmati hidangan di area mangrove. 


Kalau kamu, lebih suka wisata alam atau wahana wisata?

Terima kasih atas komentar dan masukkannya :)
EmoticonEmoticon